Jumat, 04 Oktober 2013

Kami Berternak Nyamuk

Halo semua.
Skeretariat Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI) baru saja pindah (lagi) lho.  Bukan karena gagal bayar, lantas diusir pemilik kontrakan. Farhan "Bibir" Fuadi, Sekjend LS-ADI masa aksi 2013 - 2014 yang baru terpilih sih bilang, "mau ganti suasana aja. Pengurus baru, ya, suasana juga baru."
Mural Palu Anti Imperialisme
Kalau ada yang bertanya alamat, kami ada di Jl. Semanggi II Rt 04/03 No. 39 Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan. Lokasinya tidak jauh dari komplek kuburan UIN Jakarta.
 
Kalau ingin mampir, ikuti saja jalan berpaving di samping kuburan UIN Jakarta samapai mentok. Lalu belok kanan, ketemu lapangan bulu tangkis. Lalu ambil kiri, hingga ada turunan agak menikung ke kanan. Gang mulai menyempit. Hanya cukup untuk satu motor. Ikuti saja sampai ketemu sungai kecil dan di sisi kirinya ada pos jaga. Sekitar 50 meter dari pos jaga, ada kontrakan pertama sebelah kanan. Nah di situ tempatnya.

Ternyata, dulu kala, LS-ADIan lama pernah tinggal di kontrakan ini. Jejak keberadaan mereka masih ada. Pola lingkaran dan palu hitam tergurat samar di pagar sebelah timur. Background merahnya memudar. Nyaris menjadi oranye. Menurut kak Wahyu Agung, coretan itu peninggalan Yudishtira, Sekjend LS-ADI dari era 2005-an.

“Tangan anak itu memang jahil. Paling rajin kalau disuruh bikin spanduk aksi. Hasil tulis tangannya gak kalah sama mesin digital printing jaman sekarang,” ujarnya.

Sudah genap dua bulan kami tinggal di sekretariat baru. Bangunanya hanya berukuran lebih-kurang 3 x 6 meter. Ada dua sekat tembok yang membagi ruangan menjadi tiga petak.

Lemari buku, papan tulis dan rak sepatu, mengisi petak terdepan. Kami biasa habiskan waktu di ruangan ini hingga larut. Baca buku, kemudian bicarakan sejarah Gestok hingga kelincahan personil-personil JKT 48 yang sedang jadi trend itu.

Pekarangan Seberang Kontrakan
Di sekretariat baru aku suka melihat pemandangan di luar lewat jendela ruang depan. Ada beberapa tanaman bunga dalam pot, sungai kecil, dan pekarangan yang entah siapa nama pemiliknya. Aku tidak tahu. Yang pasti pekarangan itu hijau. Damai.

Di petak tengah, ada sebuah rak kecil warna cokelat terbuat dari triplek. Isinya buku milik salah seorang kolega yang baru selesaikan Masternya di STF Driyakara. Di atas lemari kecil itu ada sebuah frame hitam seukuran kertas A 4 berisi foto-foto anggota LS-ADI dari tahun ke tahun. Di frame itu juga terpampang fotoku saat baru bergabung dulu. Masih unyu.
Di samping kiri rak kecil, ada tumpukan enam kardus bekas air mineral. Isinya buku-buku milikku dan seorang teman yang telah khatam kami baca. Di samping kiri tumpukan buku, tersusun rapi tiga kasur lipat, satu buah selimut kumal warna kuning, dan empat buah bantal. Warna sarung bantalnya biru muda, nyaris cokelat. Sering berganti-ganti pemakai.
Beberapa poster tokoh dan pemikir dunia menempel di dinding petak tengah. Gambar orasi berapi-api bung Lenin, wajah cemberut kakek Kalr Marx, kepulan asap cerutu dari mulut Che Guevara, dan senyum simpul om Fidel Castro menjadi saksi kegalauan kami.
Selain suka melakukan pengamatan melalui jendela depan, aku juga suka baca buku di petak tengah. Pemilik kosan sengaja menggunakan atap yang tembus cahaya matahari. Ruangan menjadi terang tanpa bantuan lampu saat siang. Hemat  energi.
Seorang kawan menganjurkan agar aku tak menceritakan bagaimana kondisi petak ketiga dari sekretariat kami. Dan tidak menarik juga kurasa. Hanya ada beberapa buah piring, gelas, galon, dan tumpukan baju kotor yang menjadi sarang nyamuk.

Tukang bersih-bersih sekretariat kami berpesan, kalau hendak menginap, agar menyiapkan perangkat anti nyamuk. ’’Karena di sini kami berternak nyamuk,’’ ujarnya.

 

Ciputat, 4 Oktober 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar