Ketika masa Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan
(dulu disebut OSPEK/PROPESA, kini OPAK) sedang berlangsung di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, sederet panitia yang sedang ngaso di taman, saya tanyai
tentang pengertian mahasiswa malah bingung sambil menjawab ragu, “mahasiswa itu
ya seperti kita ini bang, datang ke kampus terus belajar sama dosen”. Pemudi
yang saya tanyai ini memilih bidang studi komunikasi jurusan jurnalistik
semester III dan tak merasa perlu berburu pemahaman makna mahasiswa. Mereka tak
pernah ikut diskusi politik dan enggan baca buku Sarwono, Soekarno atau diktat
Undang-Undang Dasar tentang konsep dan tugas mahasiswa yang disampaikan tokoh-tokoh
di atas. Salah satu teman di sampingnya malah ikutan nyeletuk, mengklarifikasi,
“emang situ bukan mahasiswa, ko masih nanya juga?”.
Memang, makna kata
mahasiswa sering membuat kita bingung. Pasalnya, semakin hari, kata mahasiswa
direduksi sebatas makna lahiriyah (yang tampak) saja—“orang yang datang ke
kampus dan belajar dengan dosen”, misalnya. Sementara tugas dan fungsi
mahasiswa, malah dilupakan. Padahal rentang sejarah merekam, bahwa mahasiswa
selalu berada pada posisi vital saat terjadi peristiwa-peristiwa besar di
negeri ini. Meski berangkat dari hasil diskusi dengan beberapa teman, paparan
ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan wacana pribadi dan bagi siapa saja yang
berkenan membaca.