Jumat, 30 Desember 2011

2011; Rapor Merah Kepolisian


       Malam itu aku tak sengaja terbangun karena suara televisi di kamar kost seorang kawan belum dimatikan. Setengah mengantuk aku mendengar pembaca berita salah satu channel stasiun TV swasta nasional sedang mengulas beberapa peristiwa tindak kekerasan yang dilakukan polisi dalam menghadapi aksi-aksi yang dilakukan masyarakat beberapa bulan terakhir ini. Tindak kekerasan oleh polisi terus belangsung dari tahun ke tahun, seolah tidak pernah ketemu solusi penyelesaiannya. Hanya intensitas dan berapa banyak jumlah korban berjatuhan yang statistiknya selalu berubah. Terkadang menurun, dan tahun ini cenderung mengalami peningkatan. Penghujung tahun 2011 ditutup dengan rapor merah institusi kepolisian RI.

       Dimulai dari pembubaran paksa aksi solidaritas untuk Sondang Hutagalung—aktivis pelaku aksi bakar diri di depan istana Negara—oleh mahasiswa lintas universitas di depan kantor LBH Jakarta Jalan Diponegoro Jakarta Pusat (14/12/2011). Bermaksud untuk melakukan solidaritas atas kepergian kawan seperjuangannya, aksi yang dilakukan puluhan mahasiswa ini diakhiri bentrok dengan polisi. Menurut pihak polisi, aksi terpaksa dibubarkan paksa karena mahasiswa memblokir jalan dan mengakibatkan macet di jalan sekitar lokasi aksi. Tembakan gas air mata dan peluru karet ke arah mahasiswa dibalas dengan lemparan batu. mahasiswa yang terpojok akhirnya menyelamatkan diri ke arah kampus Universitas Bung Karno (UBK). Lima mahasiswa ditangkap dalam aksi ini.

       Peristiwa lain yang menggegerkan publik dalam negeri adalah pembataian di Mesuji. Belum reda duka kita atas kepergian Sondang yang melakukan protes terhadap pemerintah atas lambannya penyelesaian kasus HAM dengan membakar diri, timbul tragedi lain. Kita semua terperanjat kaget melihat tontonan biadab yang dilaukan aparat keamanan terhadap petani Mesuji. Video pembantaian petani Mesuji, Lampung oleh aparat keamanan yang beredar di dunia maya akhirnya mencuatkan kasus yang sebenarnya terjadi sejak tahun 1996. Konflik agraria terjadi antara perusahaan Inhutani, BSMI dan warga di register 45. Memang banyak versi berita yang beredar di media. Beberapa media juga memberitakan pembantaian petani di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Konflik agraria antara petani desa Sungai Sodong, Mesuji, Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan dan perusahaan perkebunan sawit PT Sumber Wangi Alam (SWA) berakhir dengan konflik horizontal antara petani dan aparat keamanan. Dalam dua peristiwa ini puluhan nyawa baik dari pihak petani ataupun keamanan hilang begitu saja. Dua belah pihak sama-sama dirugikan, sementara pihak perusahaan tetap tak tersentuh hukum.

       Peristiwa lain sebagai penutup ujung tahun 2011 adalah pembubaran paksa warga Sape yang sedang melakukan aksi menutup jalur lalulintas ke Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (24/12/2011). Tiga orang tewas dan 49 orang ditahan oleh pihak kepolisian tanpa disertai surat penahanan dari kepolisian yang diberikan kepada keluarga. Aksi yang didasari pada tuntutan warga terhadap Bupati Bima agar segera menghentikan aktifitas pertambangan PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) yang sebagian besar sahamnya dimiliki PT Arc Exploration Ltd dari Australia. Penerbitan SK baru dari bupati bernomor 188/45/357/004/2010 memberi izin kepada PT SMN untuk mengeksplorasi lahan seluas 24.980 hektar. Aktifitas penambangan jelas-jelas akan mengganggu aktivitas warga sekitar yang mayoritas petani. Tambang akan membongkar tanah dan mengganggu sumber air dan warga yang akhirnya tetap dirugikan. 
Negara Centeng
  Beberapa peristiwa yang telah menyayat rasa kemanusiaan di atas seharusnya tidak terulang kembali. Apa guna kita membayar pungutan tiap tahun kepada Negara (baca: pajak), jika dana yang terkumpul digunakan untuk membeli peluru untuk menembaki rakyat sendiri. Kenapa masih ada pemilihan umum jika pemimpin yang terpilih tidak melayani konstituen, tapi malah melayani pemilik modal. Tak salah jika aku mengutip tesis I. Wibiwo bahwa di era global ini peran Negara semakin diminimalkan.  Dengan kekuatan modal asing, peran-peran Negara dalam rangka menjamin kesejahteraan rakyat direduksi sedemikian rupa. Subsidi untuk rakyat miskin dicabut, anggaran pendidikan semakin dicekakkan sehingga biaya sekolah tambah mahal. Beberapa produk Undang-Undang (UU) bahkan terbukti mewakili kepentingan modal asing, sehingga banyak warga/petani di daerah dikriminalkan dengan UU ini. Aparat keamanan yang katanya bertugas mengayomi warga malah melindungi siapa yang mampu bayar.

       Apakah begini cara ber-demokrasi kita? Penyelesaian konflik agrarian antara perusahaan dan warga selalu disertai pihak ketiga (polisi, dkk) yang gemar menggunakan kekerasan. Tahun 2011 ini menunjukkan bahwa polisi pantas mendapatkan rapor merah. Data yang dilansir oleh Serikat Petani Indonesia (SPI) awal Desember lalu menunjukkan tingkat kematian petani akibat kekerasan aparat keamanan dalam konflik agraria pada tahun 2011 terus meningkat dibanding pada 2010. Pada 2010 lima (5) orang petani tewas, dan 2011, 18 orang petani tewas. Data ini belum termasuk korban di Mesuji dan Bima.

       Menurutku komunikasi yang baik harus digunakan dalam penyelesaian konflik seperti ini. Dari beberapa peristiwa yang terjadi terbukti bahwa pemerintah beserta aparat pendukungnya tidak mampu melakukan komunikasi yang baik dengan warga. Bukan musayawarah mufakat yang didahulukan, tetapi kekerasan yang jadi jawaban utama pada tiap konflik. Aku yakin, jika suatu kekerasan dibalas dengan kekerasan maka akan menimbulkan kekerasan yang lebih dahsyat lagi. Kita bisa mencontoh Mas Jokowi, Wali Kota Solo yang terbukti mampu menerepkan pola komunikasi yang baik guna mengakomodir seluruh pihak yang berkepentingan. Dialog dilakukan berkali-kali dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) hingga akhirnya mereka mau direlokasi ke tempat lain. Cara yang cantik dan elegan tanpa menggunakan pendekatan kekerasan.

       Aku percaya semua pihak dapat belajar dari peristiwa-peristiwa berdarah ini. Terutama pemerintah, para pengambil kebijakan, polisi dan pemodal harus benar-benar mau belajar bagaimana melayani rakyat dengan baik, tanpa kekerasan. Sudah cukup, jangan ulangi lagi peristiwa Mesuji, Pelabuhan Sape Bima dan peristiwa lain di penjuru negeri ini yang harus merenggut nyawa rakyat yang tak berdosa. Jika pemerintah dan aparat keamanan tidak mampu menyudahi, masih ada kita di waktu mendatang yang akan menyudahi kekerasan ini. 
       Bagaimana pendapatmu?

3 komentar:

  1. Cieeee Cak Ipung akhirnya nge-blog juga! Rajin-rajin atuh Cak, tulisanmu bagus, WORD is YOUR WEAPON!

    dan itulah cara yang paling mudah, namun terkadang juga paling efektif yg bisa kita lakukan, yaitu dgn menuliskan dan membagi opini kita kepada orang lain. Aku setuju dengan pendapatmu, permasalahan komunikasi memang selalu jadi kendala di mana-mana. Orang jaman sekarang main otot terus, eh mending otot, PELURU! Sedikit sekali yang bisa mengkomunikasikan dengan baik, bernegosiasi dan mendapatkan WIN-WIN SOLUTION.

    Jangan sampai kita menggunakan cara kekerasan, utk keperluan apapun. Kalau kita pakai kekerasan, kita tak beda dengan aparat ngawur atau amukan massa yang tanpa kendali.

    Aku masih akan tetap berjuang dengan caraku sendiri, menulis. Jadi, terus menulis ya COMMANDER IPUNG! :)

    BalasHapus
  2. Siap! ini gara gara iri dengan Ken Andari yang terus produktif, juga si Rezza Aji yang masih sempat nulis di tengah sibuk kerja dan ngejar2 pembimbing. Jadi rasanya sayang kalo ada tulisan tidak dishare ke temen2. semoga bisa konsisten.

    Soal WIN WIN SOLUTION, aku jadi teringat game(win-win solution) di PEKADEMOKRASI LS-ADI yang biasanya dipandu Wahyu AP. berpura-pura menjadi pengusaha besar yang bermain trading dengan pengusaha lain. ada proses negoisasi alot untuk menentukan jalan keluar bersama. ada yang merasa tertipu dengan komitmen yang diambul, ada yang merasa berhasil menipu. tapi initinya adalah, jalan keluar dari konflik adalah komunikasi yang baik, musyawarah "urun rembug", seperti telah dicontohkan nenek moyang bangsa ini berabad2 lalu.

    Ayo terus berjuang dengan caradan ke-khasan masing2 :)

    BalasHapus
  3. haha tenang saja cak, aku akan terus ngebuat kamu iri, krn aku akan terus produktif, hehe

    BalasHapus